MUCHHTAR,..
SANG PEJUANG HAKIKI
DARI NEGERI SERAMBI MEKAH
Tubuhnya
yang gempal dengan postur yang tinggi besar, kesan pertama kali bagi siapapun
yang melihat beliau memang sedikit akan membuat nyali kita ciut, tapi itu semua
tidak berlaku. Saat penulis
wewawancarainya ditengah-tengah kegiatan Konsolidasi Nasional Budidaya Air
payau dan Laut di Surabaya belum lama ini, justru yang muncul adalah kesan
ramah, gaya bicara yang blak-blakan menjadikannya sangat asik sebagai partner bicara.
Muchtar,
begitulah nama yang cukup singkat bagi lelaki kelairan Bireun Aceh 40 tahun
yang lalu. Lelaki biasa tetapi luar biasa, karena melalui tangan dinginnya
mampu memberikan kontribusi besar bagi pemberdayaan masyarakat di sekitarnya.
Itulah alasan mengapa lelaki luar biasa ini didaulat oleh Ditjen Perikanan
Budidaya menjadi salah satu narasumber pada acara konsolidasi nasional budidaya
air payau dan laut. Maksudnya tiadalain diharapkan akan menjadi inspirasi
positif bagi semua pihak pelaku usaha budidaya di Indonesia.
Gaya
bicara yang fasih dalam menyampaikan aspek-aspek teknis budidaya udang, membuat
penulis tidak menyangka bahwa sebenarnya latar belakang pendidikannya bukan
Perikanan melainkan sebagai sarjana ekonomi. Ya, bagi Muchtar ilmu bisa
didapatkan dari alam, dia menjadikan udang sebagai guru sedangkan tambak
sebagai kampus bagi dirinya.
Bermula
dari keprihatinan Muchtar kepada masyarakat sekitar yang lebih memilih jadi TKI
ke Negeri orang dibanding berusaha di tanah kelahirannya sendiri. Apalagi pasca
konflik dan bencana tsunami 8 tahun silam, belum sepenuhnya kondisi ekonomi
Aceh membaik, itulah yang membuat Muchtar termotivasi untuk memberikan peluang
alternatif usaha melalui usaha budidaya udang windu. Muchtar tidak segan-segan
untuk jemput bola meminta dukungan pemerintah, akhirnya gayungpun bersambut
melalui kerja kerasnya, Muchtar bersama 20 anggota kelompok yang dia gawangi
mendapat support langsung khususnya pembinaan dan pendampingan dari BBAP Ujung
Batee. “Saya mendorong masyarakat untuk bergabung dalam wadah kelompok, bagi
saya ini penting dalam membuka akses informasi terkait usaha budidaya udang
windu, disamping akan lebih memperkuat dari sisi kapasitas usaha”, jelas
Muchtar.
Hasilnya
sungguh menggembirakan, Pokdakan mandiri yang ia gawangi telah tumbuh menjadi
salah satu pionir penggerak pemberdayaan masyarakat. “Kami sengaja mendorong
budidaya tradisional plus dibanding tradisional ataupun intensif”, terangnya.
Dijelaskan Muchtar bahwa ada beberapa keuntungan membudidayakan udang windu
tradisional plus, antara lain : pertama, produktivitas cukup tinggi dibanding tradisional : 800-
1.000 kg/ha; kedua, budidaya cenderung ramah lingkungan;
ketiga, optimalisasi
lahan kurang produktif lebih cepat; dan terakhir, serapan tenaga kerja lebih banyak.
Dengan
produktivitas rata-rata 800 kg per-ha dan harga udang windu size 30 rata-rata
sebesar Rp. 90.000,-, anggotanya mampu meraup pendapatan bersih tidak kurang
dari 50 juta per siklus (4 bulan). “Penghasilan tersebut cukup untuk menghidupi
kebutuhan keluarga selama 1 tahun”, jelas Muchtar berseri-seri. “Jika semula
masyarakat memilih untuk jadi TKI ke Malaysia, dengan kondisi seperti ini
mereka lebih baik beramai-ramai hidup di tambak”, tambah Muchtar. Diakuinya
sejak diperkenalkannya budidaya tambak tradisional melalui pendampingan dari
BBAP Ujung batee, kondisi ekonomi masyarakat berubah drastis, sangat kontras
jika dibanding beberapa tahun silam.
Ditanya
soal rahasia kesuksesannya, Muchtar menjelaskan bahwa kuncinya adalah kerja
keras pantang menyerah. “saya memegang teguh prinsip Alah Bisa Karena Biasa, semua saya pelajari dari kebiasaan, ilmunya
lebih banyak didapatkan langsung dari lapangan”, tandas Muchtar. Menurutnya
metode pembelajaran dengan teaching factory justru akan membuahkan hasil
nyata dibanding teori yang diberikan di ruang-ruang kelas. “Itulah yang selalu kami
minta kepada pak Coco, pada waktu masih kepala Balai, untuk mendorong stafnya
terjun langsung ke tambak”, imbuhnya. Dari sisi aspek teknis, pengelolaan
budidaya yang baik antara lain konsistensi penerapan SOP dan biosecurity
menjadi hal mutlak jika inging mendapatkan hasil yang baik. Disamping itu,
faktor yang tidak kalah penting adalah penguatan kelembagaan kelompok.
Menurutnya tanpa berkelompok, mustahil usahanya akan berkelanjutan.
Mengakhiri
ceritanya Muchtar menyampaikan harapan. Menurutnya ada tiga pelaku yang
sesungguhnya akan mampu menjamin percepatan pengembangan usaha budidaya tambak,
antara lain Penguasa, Pengusaha dan Pembudidaya. Sehingga ketiganya perlu
bersinergi dengan baik dalam membangun kemitraan yang kuat. Muchtar juga
mengemukakan optimismenya akan kemajuan usaha budidaya udang ke depan. “saya
optimis ke depan perudangan Indonesia akan lebih maju”, tegas Muchtar optimis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar