Rabu, 14 Mei 2014

Revitalisasi Tambak




“TAMBAK ESTATE”, UPAYA PERCEPATAN REVITALISASI
(sebuah referensi kebijakan yang butuh sinergisitas)


Indonesia saat ini dihadapkan pada sebuah tantangan besar yaitu dalam menghadapi persaingan perdagangan bebas di level regional ASEAN atau Asean Economic Community (AEC). AEC memberikan kebebasan terkait arus bisnis untuk masuk ke Indonesia begitupun sebaliknya. Mempertimbangkan hal tersebut, sub sektor perikanan
budidaya sebagai barometer utama pembangunan perikanan nasional didorong untuk  mampu bersaing pada tataran perdagangan global, yaitu melalui peningkatan jaminan mutu dan keamanan pangan (food safety).

Udang sebagai komoditas unggulan ekspor perikanan Indonesia keberadaannya menjadi sangat strategis dalam menopang perekonomian nasional melalui penciptaan devisa Negara, sehingga bisnis perudangan nasional perlu terus didorong secara berkelanjutan. Sebagai gambaran nilai ekspor udang nasional Tahun 2011 mencapai 1.039 milyar US Dolar, angka yang cukup besar dalam memberikan kontribusi terhadap PDB nasional. Fenomena merebaknya penyakit EMS (Early Mortality Syndrome) pada beberapa Negara pesaing seperti Thailand, Vietnam, Malaysia dan Mexico telah memaksa pasar udang dunia kehilangan suplly sebesar 300.000 ton/tahun. Dari pasar dunia 400.000 ton disinyalir sisanya akan berkurang karena Negara importer telah memperketat masuknya produk udang beku yang berasal dari Negara yang terkena wabah EMS. Dari kenyataan tersebut Indonesia berpeluang menambah produksi hingga 500.000 ton, jika dikompilasi dengan produksi udang Indonesia yang saat ini mencapai 470.000 ton, maka Indonesia berpeluang menggenjot produksi hingga 970.000 ton/tahun. Angka ini akan tercapai jika mampu mengoptimalisasi lahan seluas 60.000 ha (produktivitas 16 ton/ha/tahun). Existing lahan termanfaatkan saat ini mencapai 24.000 ha, sehingga masih perlu me-revitalisasi sisanya seluas 36.000 ha 1).

Disisi lain, keberhasilan Indonesia dalam meyakinkan pihak Dewan Perdagangan USA ditandai dengan telah dicabunya CVD (Countervailling Duties) atas tuduhan subsidi, dimana Indonesia dinyatakan Deminise karena subsidi kurang dari 2% yaitu dengan Nilai 0,23%, secara langsung mampu menambah nilai positif atas daya saing udang nasional di tataran perdagangan dunia. Melemahnya nilai rupiah terhadap dollar USA justru memicu tingginya harga udang dalam negeri, harga udang ditingkat on farm saat ini mencapai Rp. 105.000,-/kg untuk size 70. Kondisi ini tentunya menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk mengisi pundi-pundi devisa Negara dengan menggenjot volume ekspor udang Indonesia 2).

Percepatan produksi melalui “Tambak Estate”

Dari semua fenomena di atas, maka Indonesia harus mampu merebut peluang emas tersebut dengan berupaya mendorong peningkatan produksi udang melalui kebijakan opearsional yang bersifat strategis yang secara langsung berdampak pada percepatan peningkatan produksi udang secara signifikan. Bicara industrialisasi udang , maka tidak bisa lepas dari peran private sector, untuk itu Ditjen Perikanan Budidaya akan menarik peran swasta dalam upaya me-revitalisasi tambak idle maupun dalam mencetak tambak baru yaitu melalui konsep yang dikenal “Tambak Estate”. Konseptor “tambak estate” Ir. Coco Kokarkin, M.Sc yang juga Direktur Produksi Ditjen Perikanan Budidaya menyampaikan bahwa beberapa masalah yang saat ini menghambat peningkatan produksi udang nasional antara lain belum cukupnya dukungan terhadap kemudahan finansial ; Kurangnya Keberanian re-investasi (sekitar 20%); kurangnya optimalisasi pemanfaatan lahan; keterbatasan SDM teknisi baik kualitas maupun kuantitas, dan organisasi petambak tradisional yang masih buruk. Sehingga menurut Coco, konsep “tambak estate” merupakan solusi dalam upaya memecahkan permasalahan tersebut khususnya dalam percepatan re-vitalisasi tambak udang nasional, terlebih saat ini harga udang vaname mencapai titik tertinggi sepanjang sejarang perudangan nasional.

Konsep “tambak estate” merupakan sebuah pola manajemen pengelolaan lahan tambak yang melibatkan beberapa private sector yang tergabung dalam sebuah manajemen bersama berdasarkan kesepakatan kerjasama. Ada 3 (tiga) pelaku utama yang berinvestasi dalam konsep ini, antara lain : (1) investor sebagai pengembang fisik (rehabilitasi tambak); (2) penyedia benih, Pakan, dan teknisi; (3) investasi operasional dalam bentuk holding campany, dalam hal ini masyarakat juga berkesempatan untuk berinvestasi melalui pembelian saham.

Sebagai ilustrasi, dari target produksi sebesar 12 ton/ha/siklus (2,5 bulan), dengan asumsi harga udang senilai Rp. 105.000,-/kg (size 70), dan biaya produksi sekitar Rp.42.000/kg, maka keuntungan bersih per hektar pada bisnis ini mampu mencapai Rp. 756.000.000,-/siklus (2,5 bulan) atau Rp. 2.280.000.000.-/tahun. Berdasarkan ilustrasi sharing saham, maka nilai ini masing-masing sebesar < 30% untuk pengembang fisik; >21% untuk penyedia pakan, benih dan teknisi; dan investasi operasional 49%.

Nilai yang sangat menggiurkan, dan diharapkan mampu menarik minat private sector untuk berinvestasi dalam bisnis perudangan nasional. Ditjen Perikanan Budidaya dalam hal ini berperan sebagai regulator dan fasilitator dalam memberikan kemudahan akses bagi pelaksanaan konsep “tambak estate” ini. Langkah awal yang akan dilakukan adalah melakukan inventarisasi potensi lahan-lahan tambak idle di Indonesia, tidak terkecuali lahan-lahan tambak milik Pemerintah. 

Dalam rangka pengendalian terhadap manajemen pengelolaan usaha budidaya udang di masyarakat serta peningkatan kapasitas sumberdaya manusia para pembudidaya dan teknisi, maka perlu ada upaya dalam membangun sebuah pola pembinaan yang terkontrol pada seluruh tahapan proses produksi. Untuk itu Ditjen Perikananan Budidaya bekerjasama dengan Shrimp Club Indonesia (SCI) dan pihak terkait lainnya akan menerapkan pusat manajemen udang (Shrimp Management Center) di sentral-sentral produksi. Melalui penerapan SMC maka diharapkan manajemen budidaya udang semakin baik termasuk jaminan mutu dan foodsafety yang menjadi persyaratan mutlak negara-negara importer khususnya Uni Eropa, sehingga mampu berdaya saing pada tataran perdagangan global

Tidak ada komentar: