Direktorat Pakan, Harapan dan Tantangan
Tahun 2015 menjadi kado istimewa bagi hampir seluruh
pelaku usaha perikanan budidaya di Indonesia, betapa tidak, satu permasalahan
utama dalam sistem produksi yakni masalah pakan sudah mulai dijadikan fokus
kebijakan pemeriintah saat ini. Perubahan struktur organiasi tata kerja
Kementerian Kelautan dan Perikanan terbaru telah menetapkan satu direktorat teknis
(setara eselon II) yang khusus menangani “tetek bengek” masalah pakan ikan. Ini
tentunya menjadi harapan baru, betapa masalah pakan sebagai pembatas utama
dalam bisnis budidaya ikan sejak bertahun-tahun justru terkesan dikesampingkan.
Direktorat Pakan ibarat bayi yang baru lahir
tentunya membutuhkan suatu perencanaan tata kelola yang diharapkan akan mampu menjawab
berbagai tantangan dan persoalan yang menumpuk didepan mata. Hampir semuanya
tahu permasalahan terkait pakan saat ini, ya bisa dibilang complicated!. Bukan saja masalah teknis tapi juga massalah non
teknis, dan sudah barang tentu akan menjadi tugas berat bagi direktorat pakan
kedepan. Dari sisi peran sebagai regulator, pemerintah melalui Direktorat ini
harus mampu menjamin bagaimana sistem tata kelola pakan menjadi efektif,
termasuk didalamnya bertanggungjawab dalam perumusan kebijakan dan standar, riset
dan perekayasaan, pengawasan mutu, manajemen sistem logistik, stabilitas harga,
jaminan ketersediaan bahan baku, dan fasilitasi penggembangan industri pakan
nasional. Kesemuannya itu tentunya mengerucut pada satu tujuan utama yaitu “efesiensi”,
dimana pada akhirnya akan menentukan tingkat daya saing perikanan budidaya
nasional khususnya pada usaha-usaha skala kecil. Terlebih dalam hitungan bulan,
kita sudah dihadapkan pada pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), dimana
tantangan utama yang menjadi kelemahan kita adalah pada faktor daya saing yang
disebabkan tingkat efesiensi rendah (high
cost).
Direktorat pakan sebagai direktorat teknis yang baru
dengan seabrek tantangan sudah seharusnya bergerak cepat untuk menyusun sebuah
rencana strategis baik jangka pendek,
maupun jangka menengah. Upaya yang perlu segera dilakukan adalah segera
menyusun sebuah road map sekaligus action plan yang bersifat strategis
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait. Roadmap dan actionplan
merupakan penjabaran dari tupoksi yang ada, dimana didalamnya paling tidak
memuat hal-hal pokok strategis yg harus segera dilakukan, meliputi (1) pedoman,
norma dan standar; (2) riset dan perekayasaan yang fokus pada peningkatan efesiensi,
mutu dan pengendalian dampak lingkungan; (3) pengawasan; (4) sistem tata niaga
dan logistik; (5) ketersediaan bahan baku; (6) fasilitasi pengembangan industri
pakan dan kemitraan; (7) kontrol dan pengendalian harga; dan (8) pegembangan
sumberdaya manusia.
Terkait peran riset dan perekayasaan, rasanya ada
yang kurang yaitu alangkah efektifnya
jika keberadaan direktorat pakan, kemudian dibarengi dengan terbentuknya unit
pelaksana teknis (UPT) yang khusus fokus pada upaya perekayasaan pakan, mulai
dari bahan baku, formulasi dan hal lain dalam upaya meningkatkan efesiensi
pakan. Tidak dapat dipungkiri jika Ditjen Perikanan Budidaya memiliki stok
ahli nutrisi yang kompeten, dimana lewat peran mereka berbagai permasalahan
terkait efesiensi pakan telah mulai terpecahkan, salah satunya apa yang
dilakukan para ahli nutrisi di BBPBAP Jepara yang berhasil menemukan formulasi
enzim yang secara nyata mampu meningkatkan efesiensi pakan pada
penggunaan pakan berprotein rendah, sehingga secara langsung pembudidaya
mendapatkan margin keuntungan yang lebih baik. Hal ini
tentunya perlu menjadi catatan penting agar kedepan ada upaya untuk lebih
memberikan porsi yang lebih besar bagi peran perekayasaan. Yang lebih penting
lagi kedepan hasil-hasil perekayasaan yang telah teruji harus mampu diterapkan
secara massal, salah satunya melalui fasilitasi kemitraan pengembangan dengan
pihak industri pakan, sehingga harga pakan akan mampu terjangkau khususnya bagi
pembudidaya skala kecil.
Pengembangan pakan mandiri melalui program “Gerpari”
disatu sisi perlu terus didorong, namun disisi lain program ini tentunya harus
diimbangi dengan perencanaan yang matang mulai dari jaminan ketersediaan bahan
baku yang tepat jumlah dan kualitas; sarana dan prasarana pendukung yang
memadai; teknologi formulasi; penguatan manajemen usaha; dan kapasitas
sumberdaya pengelola. Hal ini penting agar masalah in-efesiensi yang selama ini
seringkali terjadi dalam pengelolaan pakan mandiri dapat dihindari.
Kesimpulan dari semuanya adalah bahwa bicara masalah
pakan tidak bisa dilakukan hanya dalam konteks parsial tapi merupakan sebuah
upaya yang harus dilakukan secara komprehensif. Terlebih saat ini isu pakan
sudah mulai mengarah pada isu-isu sustainability,
dan food security. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ketua Divisi Pakan Ikan
GPMT Denny D. Indradjaja yang mengatakan bahwa impor tepung ikan akan sulit
dihindari selama bahan baku tepung ikan lokal belum mendapat sertifikasi dari
IFFO (International Fishmeal and Fish Oil).
Sertifikasi IFFO merupakan sebuah bentuk legalitas terkait tanggungjjjawab
lingkungan. (sumber : bisnis.com). Oleh
karena itu, isu-isu global terkait sustainabillty
dan food security hendaknya patut
menjadi catatan dalam setiap implementasi kebijakan pengembangan pakan nasional
khususnya terkait sumber bahan baku pakan. Direktorat pakan juga harus segera
memetakan spot-spot ketersediaan bahan baku pakan yang sustain, bermutu baik, kontinyu
dan dalam jumlah yang cukup. Kenyataannya di satu sisi beberapa daerah
penghasil tepung ikan justru memilih untuk mengekspornya karena harga dalam
negeri dinilai kurang kompetitif, namun disisi lain industri pakan cenderung memilih
impor bahan baku karena dinilai lebih efisien. Kenapa bisa terjadi? dan kenapa
di negara ekportir lain bahan baku lebih efisien? Kedua pertanyaan ini tentunya
harus mampu dijawab dan dicarikan solusi oleh direktorat baru ini, jika ingin mewujudkan
kemandirian pakan nasional.
Cocon, S.Pi
Analis
Perikanan Budidaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar