Bagaiamana Mengelola Budidaya Laut Secara
Berkelanjutan?
Sub
sektor perikanan budidaya saat ini menjadi barometer utama dalam menopang
produksi perikanan nasional, seiring sub sektor perikanan tangkap yang
mengalami tren penurunan produksi dari tahun ke tahun. Salah satu potensi
ekonomi sumberdaya kelautan dan perikanan yang berpeluang besar untuk
dimanfaatkan adalah budidaya laut (marikultur). Budidaya laut atau marikultur adalah
suatu kegiatan pemeliharaan
organisme perairan akuatik laut dalam wadah dan
perairan terkontrol dalam rangka memperoleh keuntungan (Shell and Lowell,
1993). Secara spasial budidaya laut dapat dilakukan di perairan laut dangkal
dan laut dalam (Parker, 2002). Perkembangan teknologi saat ini budidaya laut
terfokus pada perairan laut dangkal yang terlindung (protected shallow sea) seperti teluk, selat merupakan perairan
karang dan biasanya berupa reef flat
dan laguna.
Budidaya
laut Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar, sedang sampai saat ini
tingkat pemanfaatannya masih sangat kecil. Hasil kajian dalam masterplan
kawasan pengembangan budidaya laut yang dirilis Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2009 menyebutkan bahwa Total
luas potensi lahan efektif untuk budidaya laut
seluas 3.775.541 ha dari total luas potensi lahan indikatif seluas
8.363.501 ha. Khusus potensi lahan untuk pengembangan budidaya di Karamba Jaring
Apung (KJA) 774.666 ha dan Karamba Tancap 37.190 Ha.
Pengembangan
budidaya laut di Indonesia terus diarahkan pada komoditas-komoditas ekonomis,
dan sesuai dengan pewilayahan dan kewenangan masing-masing daerah. Dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2014 – 2019 Kementerian
Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah
menetapkan kebijakan yang fokus untuk mendorong pengembangan kawasan budidaya
laut di kawasan-kawasan potensial di Indonesia.
Namun
demikian, usaha budidaya laut sebagai bagian dari potensi strategis sektor
kelautan dan perikanan, pada kenyataan di lapangan banyak dihadapkan pada
tantangan yang cukup besar. Sebagaimana dalam Laporan Kebijakan Ekonomi
Kelautan dan Perikanan Model Ekonomi Biru yang dirilis Dewan Kelautan Indonesia
Tahun 2012, menyebutkan bahwa saat ini pembangunan kelautan Indonesia masih
banyak dilakukan secara sektoral, parsial dan fragmented, yang mengakibatkan sering terjadi tumpang tindih dan
konflik kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan dan pengelolaannya. Pada
dasarnya laut adalah milik bersama (common
property) , dan secara individu tidak ada yang memiliki sebagaimana
perairan tambak atau kolam. Oleh karena itu dalam pengelolaannya menganut azas open acces dan diperlukan suatu
peraturan perundangan yang tersendiri.
Kondisi sumberdaya pesisir dan laut yang bersifat common property (milik bersama) dengan akses yang bersifat quasi open access. Istilah common
property ini lebih mengarah pada kepemilikan yang berada di bawah kontrol
pemerintah atau lebih mengarah pada sifat sumberdaya yang merupakan public domain, sehingga sifat sumberdaya
tersebut bukanlah tidak ada pemiliknya. Ini berarti sumberdaya tersebut tidak
terdefinisikan dalam hal kepemilikannya sehingga menimbulkan gejala yang
disebut dengan dissipated resource rent, yaitu hilangnya rente sumberdaya yang
semestinya diperoleh dari pengelolaan yang optimal. Dengan adanya sifat
sumberdaya yang open access tersebut,
maka tindakan salah satu pihak yang merugikan pihak lain tidak dapat terkoreksi
oleh pasar (market failure). Hal ini
menimbulkan ketidak-efisienan ekonomi karena semua pihak akan berusaha
mengeksploitasi sumberdaya sebesar-besarnya, jika tidak maka pihak lain yang
akan mendapat keuntungan. Kondisi seperti inilah yang terjadi saat ini. Dengan
didukung oleh teknologi, pihak-pihak yang lebih kuat dan mampu mengeksploitasi
sumberdaya secara berlebihan sehingga terjadi hukum rimba (siapa yang kuat, dia
yang menang) dan daya produksi alamiah menjadi terganggu.
Adanya degradasi lingkungan pesisir dan laut. Pada awal tahun 80-an, banyak
pihak yang tersentak setelah menyaksikan kebijakan pembangunan yang hanya
mengejar pertumbuhan ekonomi dan produktivitas ternyata telah menimbulkan
kerusakan yang serius terhadap lingkungan. Program modernisasi perikanan
contohnya, yang bertujuan menigkatkan produksi perikanan dengan menggunakan
teknologi modern yang tidak didasari pertimbangan aspek kelestarian lingkungan,
kondisi ini berakibat fatal terhadap kelestarian lingkungan karena terjadi
ekploitasi sumberdaya secara maksimal tanpa memperhatikan potensi lestari yang
ada.
Degradasi lingkungan pesisir dan laut yang manjadi ancaman bagi
kelangsungan hidup masyarakat pesisir, pembudidaya ikan dan nelayan akibat
faktor-faktor lain masih berlanjut hingga saat ini seperti misalnya pencemaran
lingkungan perairan akibat limbah industri dan rumah tangga. Selain merusak
potensi sumberdaya perairan, degradasi lingkungan ini juga berakibat buruk bagi
kesehatan dan kelangsungan hidup manusia, terutama masyarakat pesisir. Akibatnya
potret pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan selama kurun waktu 32
tahun yang lalu, dicirikan oleh dominan kegiatan yang kurang mengindahkan aspek
kelestarian lingkungan, dan terjadi ketimpangan pemerataan pendapatan. Pada
masa itu, Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan, sangat diwarnai
oleh rezim yang bersifat open acces, sentralistik, seragamisasi,
kurang memperhatikan keragaman biofisik alam dan sosio-kultural masyarakat
lokal. Lebih jauh antara kelompok pelaku komersial (sektor modern) dengan
kelompok usaha kecil dan subsisten (sektor tradisional) kurang sejalan/ sinergi
bahkan saling mematikan.(Darajati, 2004).
Disisi lain, budidaya laut di KJA memerlukan perhatian dalam pengembangan
yang tidak memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan akan menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas lingkungan perairan hingga kerusakan ekosistem
perairan di sekitarnya. Salah satu penyebab penurunan kualitas lingkungan
perairan teluk adalah buangan limbah budidaya yang mengandung bahan organik dan
nutrien dari sisa pakan dan feses yang terlarut dan mengendap di dasar perairan
(Johnsen et al. 1993). Pengkayaan bahan organik dapat menyebabkan penurunan
produktivitas budidaya dan meningkatkan mortalitas komoditas budidaya sebagai
akibat dari kondisi sedimen di bawah wadah budidaya. Slamet et al. (2009)
mengungkapkan terdapat kecenderungan adanya tekanan ekologis pada area
pengembangan budidaya laut yang ditandai oleh indeks diversitas makrozoobenthos
yang rendah.
Banyak faktor persoalan yang menyebabkan tidak optimal dan berkelanjutan
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Namun, kesepakatan umum mengungkapkan
bahwa salah satu penyebab utama adalah perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
sumberdaya pesisir dan lautan yang selama ini dijalankan bersifat sektoral dan
terpilah-pilah. Padahal karakteristik dan alamiah ekosistem pesisir dan lautan
yang secara ekologis saling terkait satu sama lain termasuk dengan ekosistem
lahan atas, serta beraneka sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan sebagai
potensi pembangunan yang pada umumnya terdapat dalam suatu hamparan ekosistem
pesisir, mensyaratkan bahwa pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan
secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan
terpadu dan holistik.
Apabila perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan tidak
dilakukan secara terpadu, maka dikhawatirkan sumberdaya tersebut akan rusak
bahkan punah, sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk menopang kesinambungan
pembangunan nasional dalam mewujudkan bangsa yang maju, adil dan makmur
(Darajati, 2004).
Berdasarkan pertimbangan isu, masalah dan tantangan dalam pengelolaan
wilayah pesisir dan laut, dimana didalamnya adalah merupakan kawassan budidaya
laut yangi salah satu bidang usaha strategis, maka sudah saatnya dibutuhkan
suatu kebijakan dan strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan
lautan yang dapat menyeimbangkan pemanfaatan sumberdaya ekonomi yang ada dengan
tidak mengabaikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.
Bedasarkan karakteristik dan dinamika dari kawasan pesisir, potensi dan
permasalahannya, maka kebijakan pemerintah untuk membangun kawasan pesisir dan
laut secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat dilakukan melalui Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu (PWPLT). Strategi penggelolaannya
meliputi :
a.
Mewujudkan prinsip
pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan.
Bahwa suatu kawasan pembangunan yang berkelanjutan memiliki empat dimensi,
yaitu : ekologis, sosial-ekonomi-budaya, sosial-politik, dan hukum serta
kelembagaan. Dimensi ekologis menggambarkan daya dukung suatu wilayah pesisir
dan lautan (supply capacity) dalam menopang setiap pembanguan dan
kehidupan manusia, sedangkan untuk dimensi ekonomis-sosial dari pembangunan
berkelanjutan mempresentasikan permintaan terhadap SDA dan jasa-jasa lingkungan
dimana manfaat dari pembangunan wilayah pesisir seharusnya untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk lokal sekitar program terutama yang termasuk ekonomi
lemah.
b.
Mewujudkan tata kelola
pemanfaatan ruang laut yang terintegrasi.
Untuk mengatasi konflik perencanaan pengelolaan pesisir, maka perlu diubah
dari perencanaan sektoral ke perencanaan terpadu yang melibatkan pemerintah
daerah, swasta dan masyarakat terkait di pesisir. Semua instansi sektoral,
Pemda dan stakeholder terkait harus menjustifikasi rencana
kegiatan dan manfaat yang akan diperoleh, serta mengkoordinasi kegiatan
tersebut dengan kegiatan sektoral lain yang sudah mapan secara sinergis. Dengan
semangat pelaksanaan otonomi daerah yang di dalamnya mencakup pengaturan
kewenangan daerah dalam mengelola sumber daya kelautan (pesisir dan lautan),
diharapkan dapat membawa angin segar sekaligus menjadi mometum untuk
melaksanakan pembangunan, pendayagunaan, dan pengelolaan sumber daya kelautan
dan perikanan secara yang lebih baik, optimal, terpadu serta berkelanjutan.
Pendekatan pengelolaan wilayah pesisir harus dilakukan secara terpadu (Integrated
Coastal Management =ICM) yaitu keterpaduan perencanaan yang menyeimbangkan
kepentingan ekonomi, sosial budaya dan kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup (Alikodra, 2006). ICM
merupakan pendekatan pengelolaan yang memberikan arah bagi pemanfaatan sumberdaya
pesisir dan laut secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai
perencanaan sektoral, berbagai tingkat pemerintahan dan sekaligus
mengintegrasikan komponen ekosistem darat dan komponen ekosistem laut, serta
sains dan manajemen.
Post by : Cocon, S.Pi
Diolah dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar