Minggu, 06 Desember 2015

Sustainability Part IV : Konsepsi Daya Dukung Lingkungan

Konsep Daya Dukung Lingkungan Dalam Akuakultur

Konsep daya dukung secara mendasar menggambarkan hubungan antara ukuran populasi dan perubahan dalam sumber daya alam yang menopangnya, dimana hal ini diasumsikan bahwa terdapat ukuran populasi yang optimal yang dapat didukung oleh lingkungan (Inglis et al., 2000). Sedangkan Khanna et al. (1999) mengungkapkan bahwa
daya dukung adalah populasi maksimum yang dapat didukung tanpa batas dalam habitat tertentu tanpa mengganggu produktivitas ekosistem yang dihuninya secara permanen. Daya dukung merupakan sebuah konsep yang mengekspresikan mengenai pembatasan dalam pemanfaatan dan pengendalian lingkungan untuk menjaga kelestarian sumberdaya sehingga sumberdaya tersebut dapat dikelola secara berkelanjutan (Marzuki, 2013).

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU RI No 32, 2009) menyatakan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya.

Daya dukung lingkungan perairan adalah suatu yang berhubungan erat dengan produktifitas lestari perairan, artinya bahwa daya dukung lingkungan merupakan suatu mutu lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi dari semua unsur atau komponen (fisika, kimia dan biologi) dalam suatu kesatuan sistem (Poernomo, 1997 dalam Noor, 2009). Daya dukung lingkungan menjadi basis atau dasar dalam pembangunan berkelanjutan (Khanna et al., 1999). Daya dukung berkelanjutan ditentukan oleh banyak faktor, yang berupa faktor biofisik maupun sosial-budaya-ekonomi dan saling mempengaruhi (Soemarwoto, 2004). Perhatian terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan merupakan kunci bagi perwujudan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Daya dukung tidaklah tetap, melainkan dapat berkembang sesuai dengan waktu, perkembangan serta dapat dipengaruhi oleh teknik-teknik manajemen dan pengontrolan (Saveriades, 2000).

Keberlanjutan budidaya laut sangat ditentukan oleh tingkat pemanfaatan sumberdaya tersebut yang tidak melebihi daya dukungnya. Dahuri (1998) menyebutkan bahwa daya dukung merupakan ultimate constraint yang diperhadapkan pada biota dengan adanya keterbatasan lingkungan seperti ketersediaan makanan, ruang atau tempat berpijak, penyakit, siklus predator, oksigen, temperatur, atau cahaya matahari.

Konsep daya dukung dari akuakultur berawal dari kekhawatiran terhadap pesatnya pertumbuhan perikanan budidaya baik itu perikanan darat maupun pesisir dan perairan terbuka di seluruh dunia, terutama di Asia dan Amerika Latin. FAO memperkirakan pertumbuhan peningkatan budidaya untuk 2030 minimal 50 juta metrik ton, meningkatkan kekhawatiran lebih lanjut atas penggunaan sumber daya dalam akuakultur (FAO, 2014). Pertumbuhan yang cepat dari kegiatan akuakultur dapat menyebabkan terjadinya dampak ekologi dan sosial sehingga dapat menimbulkan konflik seperti kegiatan akuakultur akan bersaing dalam pemanfaatan ruang dan sumber daya terhadap tanah, air, dan pantai (Byron and Costa-Pierce, 2010).

Pada tahun 2008, FAO menyarankan sebuah konsep  mengenai budidaya perikanan dengan pendekatan ekologi atau Ecological Approach to Aquaculture (EAA) dan didefinisikan sebagai sebuah strategi untuk mengintegrasikan akuakultur dalam sebuah ekosistem yang lebih luas dan mempertimbangkan keberlanjutan pembangunan, kesetaraan dan mempertahankan hubungan antara sosial – ekologi. (Soto et al., 2008). Tujuan dari manajemen akuakultur adalah mempunyai sebuah alat bantu yang dapat memperkirakan dan mengukur kapasitas atau daya tampung dari sebuah wilayah dalam mendukung kehidupan kultivan yang dibudidayakan (Byron and Costa-Pierce, 2010).

Menurut Beveridge (1984) bahwa carrying capacity atau daya dukung lingkungan suatu perairan digunakan untuk menjabarkan produksi dari budidaya yang dapat berkelanjutaan dalam suatu lingkungandan kapasitas penyangga dalam lingkungan yang mengalami kerusakan memerlukan waktu pemulihan yang relatif lama. Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk menentukan carrying capacity dalam suatu lingkungan perairan budidaya dapat digunakan suatu pendekatan yaitu dengan menghitung beban limbah total fosfor dari suatu sistem budidaya yang terbuang ke lingkungan perairan terkait dengan influx nutrient, budget nutrient dan outflux nutrient.

Inglis et al. (2000) dan Mckindsey et al. (2006) mendefinisikan empat tipe daya dukung yang lebih khusus dan berhubungan dangan budidaya di kawasan pesisir, yaitu :
·        Daya dukung fisik (physical carrying capacity), yaitu luasan kegiatan budidaya yang dapat ditampung pada lahan yang tersedia dengan dibatasai oleh faktor-faktor tertentu, kondisi geografis dan ketersediaan infrastruktur;
·        Daya dukung sosial (social carrying capacity), yaitu keberadaan kegiatan budidaya yang dapat menyebabkan dampak tidak diterima oleh lingkungan sosial;
·        Daya dukung produksi (production carrying capacity), yaitu kemampuan maksimal produksi budidaya;
·        Daya dukung ekologi (ecological carrying capacity), yaitu keberadaan kegiatan budidaya yang berdampak pada kondisi ekologi di luar batas kemampuannya.

Sumber Artikel : Lutfi Hardian

Diolah dari berbagai sumber

Tidak ada komentar: